SIAGANEWS.CO- Mabes Polri didesak untuk mengambil alih penyidikan kasus tambang pasir ilegal yang berujung pada tewasnya aktifis anti tambang, Salim Kancil, di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Manager Emergency Response dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Ki Bagus Hadikusuma menjelaskan, pihaknya meragukan penyidikan yang dilakukan Polda Jawa Timur. Pasalnya, ada dugaan keterlibatan Polres Lumajang dalam membekingi aktifitas penambangan ilegal pasir besi di wilayah itu.
“Kita dorong agar penyelesaian kasus ini langsung diambil Mabes Polri dari Polda Jatim, karena kita ragukan kerja kepolisian terutama di Polres Lumajang karena pembiaran oknum ini sudah lama,” jelas Bagus saat dihubungi Okezone, Rabu (7/10/2015).
Bagus menambahkan, pelanggaran terkait penambangan ilegal pasir besi di Desa Selok Awar-awar sebetulnya sudah terjadi sangat lama dan sudah sangat jelas pelanggarannya. Menurut Bagus, dalam satu hari, di wilayah itu sekira 300-400 truk keluar masuk untuk mengambil pasir besi.
“Artinya, kalau itu ada beberapa kecamatan di pesisir Lumajang sudah berapa ribu truk yang keluar masuk melakukan pelanggaran penambangan ini,” ujar Bagus.
Aksi Solidaritas Salim Kancil dan Tosan
Agus menyayangkan, hal itu didiamkan aparat kepolisian dari Polres Lumajang. Aparat Dinas Perhubungan, lanjut Bagus, juga terlihat diam saja melihat aktivitas truk yang membawa pasir besi.
“Karena enggak mungkin Dishub enggak memantau keluar masuknya truk ini,” sesal Bagus.
Selain itu, desakan Bagus untuk memindahkan proses penyidikan ini ke Mabes Polri, juga karena pihaknya mengkhawatirkan keamanan masyarakat, terutama mereka yang menjadi saksi dalam kasus ini.
“Kalau tetap diselesaikan di Polres Lumajang dan Polda Jatim, khawatir saksi dan masyarakat lain akan terintimidasi dan terancam oleh mereka yang merasa terganggu dengan masyarakat yang tak setuju aktivitas penambangan ini,” pungkas Bagus.
Sebelumnya, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Anton Setiadji mengakui, mencuatnya kasus tambang pasir ilegal yang berujung pada tewasnya aktifis anti tambang Salim Kancil, akibat keterlambatan Polres Lumajang menangani kasus tersebut.
Anton menyebut, ada sejumlah faktor yang menyebabkan terlambatnya polisi dalam mengantisipasi kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan terhadap Tosan, salah satunya adalah pergantian Kapolres Lumajang yang dilakukan tiga hari sebelum peristiwa tragis tersebut berlangsung.
Anton juga mensinyalir adanya dugaan keterlibatan oknum anggota Polres Lumajang dalam kasus tersebut yang menjadi alasan lain terlambatnya penanganan kasus tersebut oleh pihak kepolisian setempat. (fds/ozc)